
Jakarta –
Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara atau Danantara resmi diluncurkan Kepala Negara Prabowo Subianto hari ini, Senin (24/2). Badan ini nantinya akan mengurus aneka jenis aset negara dan BUMN senilai US$ 900 miliar atau sekitar Rp 14.715 triliun (kurs Rp 16.350).
Pakar Hukum Bisnis dan Perdagangan Internasional Ariawan Gunadi mengatakan penting buat para direksi Danantara bagi sanggup dimintai pertanggungjawaban secara aturan atas segala keputusannya. Meski operasional tubuh investasi ini dilindungi oleh prinsip Business Judgment Rule (BJR).
Perlu dipahami dalam UU BUMN, BJR intinya menyediakan tunjangan aturan untuk direksi dalam mengambil keputusan bisnis, selama keputusan tersebut dibentuk dengan itikad baik, bebas dari pertentangan kepentingan, dan selaras dengan prinsip good corporate governance (GCG).
“Jadi walaupun BJR dimaksudkan bagi menyediakan ruang buat administrasi dalam sedang keputusan bisnis tanpa rasa takut yg berlebihan, prinsip ini tetap memiliki batas-batas yg dilarang dilanggar guna mempertahankan akidah publik terhadap pengelolaan aset negara,” kata Ariawan dalam pemberitahuan resminya, Senin (24/2/2025).
Baca juga: Bos BEI Beberkan Akibat Lahirnya Danantara ke Pasar Kapital |
Namun menurut Ariawan penerapan BJR mesti dijalankan dengan pengawasan yg lebih ketat buat menangkal terjadinya penyalahgunaan wewenang oleh direksi Danantara. Terlebih kalau didapatkan bagian penipuan (fraud), pertentangan kepentingan yg merugikan, atau kelalaian berat (gross negligence).
“Prinsip BJR memang menyediakan fleksibilitas terhadap direksi dalam mengambil keputusan bisnis, tapi kebijakan tersebut mesti terus dievaluasi secara terpola bagi memutuskan bahwa setiap keputusan yang diambil tak membuat benturan kepentingan atau mengarah pada kelalaian yang sanggup merugikan negara,” terangnya.
Oleh alasannya merupakan itu Ariawan beropini pengawasan Direksi Danantara mesti bersifat preventif dengan menerapkan prosedur penilaian yang jelas, tergolong adanya prosedur pertanggungjawaban yg mengikat bagi direksi apabila didapatkan indikasi pelanggaran dalam pengelolaan perusahaan.
“Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menetapkan bahwa pengawasan dan audit internal terhadap Danantara dijalankan secara ketat guna menjamin transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan entitas tersebut. Meskipun Danantara tak berada di bawah pengawasan pribadi KPK maupun BPK, bukan memiliki arti prosedur pengawasan sanggup diabaikan,” papar Ariawan.
Lebih lanjut, Ariawan juga ini mengatakan selaku langkah strategis, pemerintah perlu membentuk metode pengawasan independen yang memiliki mampu diandalkan tinggi dan tak terpengaruh oleh kepentingan tertentu.
Salah satu pendekatan yang sanggup dipraktekkan merupakan pelaksanaan audit oleh forum internasional yg memiliki persyaratan audit ketat serta melibatkan organisasi penduduk sipil dalam pengawasan. Hal ini berencana untuk menetapkan bahwa praktik manajemen yang dipraktekkan sesuai dengan prinsip GCG dan terbebas dari potensi penyimpangan.
“Transparansi publik juga menjadi elemen kunci dalam memperkuat pengawasan Danantara. Pemerintah perlu menetapkan bahwa pemberitahuan perihal kebijakan, keputusan strategis, serta pengelolaan keuangan perusahaan sanggup diakses oleh penduduk secara luas,” sambungnya.
Sebab menurutnya ketersediaan pemberitahuan yang terbuka ini tak cuma mulai mengembangkan akidah publik terhadap pengelolaan Danantara, tetapi juga berfungsi selaku instrumen kendali sosial yg sanggup menangkal terjadinya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme.
“Dengan adanya susukan pemberitahuan yang memadai, penduduk sanggup berperan aktif dalam melaksanakan pemantauan serta menyediakan masukan terhadap kebijakan yang diterapkan, sehingga prinsip akuntabilitas dalam manajemen perusahaan sanggup betul-betul diwujudkan,” pungkasnya.
pemerintahdanantarapengelolaan asettransparansibumnbusiness judgment rule